28 October 2007

Ada Apa dengan Islam

Ya, ada apa dengan Islam. Apakah masih kurang jelas akan akidah dan syariat Islam? Kenapa banyak sekali orang-orang idiot yang mengaku beragama Islam tapi kemudian membuat dan memiliki sebuah konsep sendiri tentang akidah dan dalam menjalankan syariat Islam? Berulangkali muncul orang yang mengaku sebagai nabi(bahkan yang terakhir mengaku sebagai rasul) utusan Allah SWT, yang dalam kemunculannya selalu saja membawa konsep sendiri dalam menjalankan ibadah. Bukankah dalam Al quran sudah dijelaskan bahwa tidak ada dan tidak akan pernah ada lagi nabi dan rasul setelah Muhammad SAW?

Daripada pusing-pusing mbikin konsep ibadah yang baru, bikin kalimat syahadat yang baru, knapa gak menjalankan saja yang udah ada dan udah digariskan? Apakah kurang puas, ataukah kurang percaya? Trus kenapa milih Islam sebagai agamanya kalo begitu?

Entah karena saking idiotnya, ataukah saking pinternya, orang-orang yang mengaku beragama Islam tapi menyimpang dari ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW itu. Kalo tujuannya untuk menyempurnakan Islam caranya bukan seperti itu, caranya menyempurnakan ajaran agama Islam yaitu dengan menjalankan semua tuntunan yang sudah ada dengan sebaik-baiknya, masih bingung? Di Al Quran ada semua itu, masih bingung juga? tanya dong...gitu aja kok repot....(Gus Dur said)

Saya cuma pengen kasih saran aja buat orang-orang yang pemikirannya ajaib macam itu, kalo sampeyan bisa ngarang nama yang unik2 buat diri sampeyan sendiri sebagai nama “kenabian” sampeyan, kalo sampeyan bisa bikin cara ibadah menurut sampeyan sendiri, bahkan sampeyan sampai bisa mencetuskan ide cara membaiat umat sampeyan, kenapa sampeyan gak sekalian mikirkan cari nama yang baru buat “agama” yang sampeyan ciptakan itu? Kenapa harus mendompleng nama Islam? Sudah jelas-jelas yang sampeyan lakukan itu menyimpang dari Islam, beda jauh malahan. Islam itu ya Islam saja, gak usah pake embel-embel apapun dibelakangnya, Islam perjuangan misalnya... konyol banget to...

11 comments:

Sang Lintang Lanang said...

jika kita ingin menilai sesuatu, alangkah lebih baiknya jika keluar dulu dari 'sesuatu' itu. karena ketika kita masih terus menempatkan diri di dalamnya, pandangan kita tidak akan pernah lepas dari tendensi yang didasari kepercayaan pribadi.

'Bukankah dalam Al quran sudah dijelaskan bahwa tidak ada dan tidak akan pernah ada lagi nabi dan rasul setelah Muhammad SAW?'
memang benar mas joel. tapi sebenarnya di al quran ada juga ayat yang 'mengatakan' bahwa rasul akan terus dikirim sampai akhir jaman. dan ayat inilah yang diyakini oleh mereka. kebetulan saya punya satu buku tentang Jamaah Ahmadiyah, dimana mereka adalah kaum yang me'nabi'kan Ghulam Ahmad. di tubuh Ahmadiyah sendiri terdapat perpecahan karena perbedaan persepsi tentang Ghulam Ahmad. ada ahmadiyah qadian yang mempercayai bahwa Ghulam ahmad adalah seorang Nabi tapi ada juga ahmadiyah lahore yang beranggapan bahwa Ghulam ahmad hanyalah (semacam) 'wali'.
(atau sebaliknya?? saya agak2 lupa)

mengenai kemungkinan menciptakan agama baru, itu sebenarnya bisa saja mas. tapi sepertinya ini bukan sekedar masalah 'menciptakan agama' karena didasari 'ingin tampil beda'. ini menyangkut sesuatu yang hidup di ranah kepercayaan.
bukankah menurut sejarah, 'sebenarnya' agama islam sendiri juga pengembangan dari nasrani? dan nasrani sendiri juga pengembangan dari yahudi?

jika hal itu benar adanya, salahkah jika saya mengatakan bahwa agama adalah hasil budaya? lalu apa salahnya jika sebuah anak kandung kebudayaan memilih untuk berkembang?

saya justru mempertanyakan sebagian umat islam yang memilih cara kekerasan untuk mengintimidasi aliran2 tersebut. saya bukan sekedar bermaksud membela mereka, tapi bukankah lebih indah jika 'sekali2' menggunakan logika?

he2... dadi ra jelas omongane... oh iya, mungkin sekali2 ga ada salahnya kalo kita baca buku tentang sejarah kelahiran agama2 di dunia...

deFranco said...

@ Lintang Lanang :
gubrak..!!!!jadi malu saya...hahaha...memang saya hanya asal nulis apa yang saya rasain aja, tanpa dasar apa2...bodohnya saya...namanya juga cuma guneman, jadi ya banyak gak jelasnya...maafkan kebodohan saya...Thx anyway.....

Unknown said...

ahaha..mas ghondes memang langsung ngcapruk kalo bicara soal agama, maklumlah, dia itu kan sedikit 'berseberangan' dengan agama hehehe..

tapi saya tidak bisa lebih setuju lagi dengan sang lintang lanang itu, kita memang harus keluar dari 'sesuatu' itu dulu..agar bisa setidaknya mereduksi unsur subyektifitas..

kalo soal agama, sebenarnya hingga kini saya masih terombang-ambing..karena hingga detik ini, saya masih berkonsntrasi untuk melakukan kebaikan..karena jauh di dalam sana saya percaya sama yang namanya karma..

bagi saya agama itu personal dan Tuhan itu universal..jadi secara tidak langsung saya tidak punya masalah dengan semua aliran kepercayaan atau Islam pengembangan itu..bagi saya itu hak mereka, karena ada sesuatu yang mereka percayai sebagai dasar iman mereka, terlepas dari valid atau tidaknya ya..

yang penting sekarang adalah, kita punya sesuatu yang kita percayai..itu saja sudah cukup sebagai dasar landasan kita untuk melangkah, pedoman paling basic yang akan menentukan kemana kita berlabuh nantinya..perbedaan itu wajar, Tuhan itu Maha Besar, dan semua orang itu original

tinggal bagaimana kita menyikapi perbedaan itu, dan kekerasan bukanlah jalan keluarnya..

Cheers

icHaaWe said...

:*&^@#!%^))*&^*%

gak ngeri apa2 .... geblek mode on

Sang Lintang Lanang said...

lho? lha kok minta maaf?? he2..
ya gitu mas, sebuah ayat akan dipersepsikan berbeda ketika yang mendengar juga berbeda. masing2 punya cara penafsiran sendiri. itu yang jadi konflik. tapi mau tidak mau, konflik itu pasti akan selalu ada, lha wong manusia itu beda2. orang jawa bilang 'bedo silit bedo anggit'.
jadi yang jadi permasalahan bukan bagaimana caranya menyeragamkan perbedaan itu, tapi bagaimana kita bisa menerima perbedaan itu...

suarahimsa said...

saya ikut komentar, tanpa tendensi apapun.
memang benar, manusia itu ngga ada puasnya mencari apa yang disebut sebagai "kebenaran mutlak" dalam konteks agama atau aliran kepercayaan, atau dalam mencari tuhan-tuhan baru. Saya setuju dengan mas lintang lanang kalau agama itu adalah produk dari kebudayaan. Maka di dunia ini dikenal adanya agama samawi yang berpusat di palestina sana. menurut saya, agama itu hanyalah sebuah fasilitator yang mengantar kita untuk mengenal apa yang disebut sebagai Tuhan. Fasilitatornya-pun beragam. kalo anda pernah baca, ngga hanya di Indonesia saja fenomena kemunculan aliran2 baru yang kontroversial. di amerika, mulai bermunculan apa yang disebut spiritualitas new age, yang menganggap Everything is God, God is everything. Kalau benar seperti itu, apakah kita bisa menyalahkan hanya karena aliran2 baru itu keluar/melenceng dari mainstream. saya tidak membenarkan aksi2 sepihak yang memakai kekerasan untuk menumpas/mengembalikan aliran2 itu kembali ke trek yang semestinya. tidak ada vonis berdasarkan subyektivitas sempit. maka, biarlah manusia2 mencari tuhannya sendiri-sendiri, selain Tuhan yang universal itu. saya pernah baca adagium yang menyebut : "God has been televised" hua.ha.ha. selamat mencari Tuhan

penjelajah said...

njull sbnarnya mo komen...tp bakal gw bikin di blog gw aja deh..as soon gw kbn lg ok

Anonymous said...

Seperti biasa, gaya penulisan anda sungguh lantang dan lugas, macam singa lapar yang siap menerkam mangsanya, arrrrrggghhhhhhh. Dan posting kali ini sungguh reaktif, yang menurut Wimar Witoelar adalah tipikal blogger Indonesia.

Mungkin kita bisa memahami dulu konsep pemikiran dia (si rasul baru itu), dan tidak langsung mengalungkan pening "idiot". Seperti yang saya katakan waktu minum kopi kemarin itu, untuk mengerti arah pemikiran orang lain ada baiknya kita mengesampingkan dulu background pemikiran yang kita punya, selanjutnya baru kita telaah sesuai "kapasitas" yang kita punya.

Kemarin siang saya menyimak dialog antara Jaringan Islam Liberal (JIL), MUI, dan Muthia Hafidz sebagai si pemandu. Sebenarnya juru bicara dari aliran baru itu juga diundang, tapi urung datang karena tidak diperbolehkan oleh sang nabi baru.
MUI yang konservatif, dan JIL yang liberal - kadang tipis sekali batasnya dengan kebablasan-, keduanya jelas tak akur.
Yang dibahas dalam acara itu antara lain adalah ttg beberapa ibadah yang tidak lagi diwajibkan menurut aliran baru itu. MUI sudah pasti saklek dan menentang, sedangkan JIL sendiri memang sangat longgar dalam tata laku ibadah, keduanya memiliki penafsiran yang berbeda meski kitabnya sama.

Penyebutan Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dalam Al Qur'an pun beda penafsiran. Kata "qatam" selain berarti selesai atau berakhir, ternyata menurut narasumber yang mewakili JIL itu juga bisa berarti "cincin", dan cincin itu khan terus melingkar pun tidak berujung, alias tidak berakhir. Lalu mana yang benar? Saya juga tidak tahu, yang pasti Tuhanlah Yang Maha Benar. Mari itu kita resapi sesuai dengan nilai keilmuan dan keimanan yang kita miliki masing-masing. Mari terus mencari ilmu dan kebenaran.

Menurut saya, segala bentuk ibadah terus dilakukan dalam rangka menjaga "hubungan baik" dengan Sang Pencipta, seperti lagunya Bimbo, "aku jauh, Engkau Jauh; aku dekat, Engkau Dekat...". Antara "aku" dan "Engkau" jelas itu adalah suatu hubungan sangat intim, mesra, dan spesial.

Saya ingin bertanya kepada mas lintang lanang, AGAMA itu apa sih menurut anda? Dan BUDAYA itu apa sih menurut anda? Mohon dijelaskan kepada saya, seolah-olah saya ini anak kelas 6 SD. Klo guru PMP saya sewaktu SD dulu bilang bahwa budaya itu adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, bla bla bla.... Saya yakin anda punya jawaban yang lebih baik dan menarik ketimbang guru PMP saya itu.

Bedo silit, bedo anggit. Bedo blogger, bedo gunemane.

Sory, komentar saya ngalor-ngidul, ngetan-ngulon nggak jelas. Cekap semanten, matur suwun ...

Sang Lintang Lanang said...

Buat mas doni :
mungkin selama ini banyak pihak yang menggolongkan agama menjadi 'agama samawi/agama langit' & agama bumi.
menurut mereka agama langit adalah agama yang diturunkan langsung oleh tuhan dari langit. yang termasuk disini adalah yahudi, nasrani dan islam (yang biasa disebut juga agama abrahamic).
sedangkan golongan yang kedua adalah 'agama bumi', yaitu agama yang lahir dari sebuah kebudayaan umat manusia di dunia. sebagai contoh adalah agama hindu budha, kejawen, dsb.

penggolongan semacam ini amat disukai oleh pihak 'agama langit', karena secara tidak langsung mengatakan bahwa agama mereka adalah yang lebih benar karena diturunkan langsung dari langit. dan sebaliknya, penggolongan ini tidak begitu disukai oleh pihak 'agama bumi', karena penggolongan ini 'seakan2' menempatkan mereka di posisi yang lebih rendah, dimana kepercayaan mereka dianggap sebagai (sekedar) hasil ciptaan manusia.

sedangkan saya pribadi adalah termasuk orang yang TIDAK SETUJU dengan penggolongan semacam ini. karena menurut saya (sekali lagi menurut saya), semua agama itu lahir dari sebuah kebudayaan. (dengan kata lain, tak ada satupun agama yang turun langsung dari langit). semuanya itu adalah (meminjam istilah guru SD sampeyan) hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.

disini peran agama tak lebih sebagai fasilitator antara manusia dengan 'sesuatu yang dianggap beda dan lebih dibanding manusia itu sendiri' (liyan).
dan liyan ini adalah Sang Tuhan. dan oleh karena itu, di muka bumi ada banyak agama yang lahir. karena tiap2 komunitas melahirkan satu 'kepercayaan' yang sesuai dengan latar belakang kehidupan mereka, yang diharapkan bisa menjadi 'kunci jawaban' atas segala pertanyaan.

tanpa mereka sadari, proses pembakuan 'esensi' melalui teks-teks inilah yang melahirkan konflik diantara para umat manusia, karena secara tidak langsung 'pemenjaraan' nama tuhan di balik institusi resmi (agama) semacam ini justru mereduksi arti 'tuhan' itu sendiri menjadi sekedar sebuah simbol/logos. dan di fase inilah, konsepsi "Tuhan telah mati'-nya Nietzhe menjelma menjadi keniscayaan.

(kok dadi semakin kacau yo don? mengko waelah, nek ketemu kita diskusi langsung...)

Lovely Dee said...

Wuih..seru amat diskusinya..Mo komen dikit aja..Perbedaan selalu ada di bumi ini walau sampe akhir dunia nanti. Konflik selalu saja ada. Jangankan antar manusia, kelompok manusia, maupun antar hal satu dengan lainnya, wong lidah dan bibir kadang tergigit oleh gigi padahal mereka berada dalam satu kepala manusia.

Masalah agama dan kepercayaan emang masalah 'sensi' dan ga bakal ada ujung pangkalnya klo mo diomongin. Agama mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhannya. Mengenai hubungan macam apa yang mau dilakukan seorang manusia dengan Sang Pencipta, bahasa seperti apa yang digunakan dan kebenarannya bagaimana, adalah tanggung jawab masing-masing orang (kepada Tuhan YME). Tp tanpa bermaksud mau mementahkan komen siapapun, saya cuman bisa berkomentar : Apa yang sudah kita anut, kita yakini, jalani dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan.. Yang penting ga ngerugiin siapapun..

So, klo ada sanksi yang 'mengerikan' bagi penganutnya yang "murtad", yaa..itu jelas meresahkan dan jelas bukan ajaran yang benar.. Karena suatu agama atau ajaran yang benar adalah yang tidak memaksa, tidak menekan dan tidak meneror..

That's all.. Hidup Pancasila!!!

Anonymous said...

salam, selain tafsir yg dipopulerkan oleh MUI tentang "khataman nabiyyin" yang diartikan sebagai nabi terkahir (penutup) alias tidak akan ada nabi lagi (apapun). Maka akan menarik jika saya tampilkan sedikit tafsir dari kata yg sama dari para ulama salaf.

Allamah Al Zarqani menulis dlm Syarah Al Mawahib Al Laduniyah Juz III, hal 163, bahwa jika khatam dibaca dengan baris di atas ta sebagaimana tersebut dlm Al Qur'an (al ahzab 40), maka artinya : "sebaik-baik para nabi dlm hal kejadian dan dalam hal akhlak".

Ibnu Khuldun telah menulis dalam mukadimah tarikh-nya hal 271 : "Bahwa ulama-ulama Tasawuf mengartikan "Khaataman Nabiyyin" begini; yakni Nabi yg sudah mendapat kenabian yg sempurna dalam segala hal".

Dalam penggunaan bahasa Arab, kata Khatam yang disambung dengan kata jamak maka memang akan berarti terbaik, tersempurna, atau terafdhal. Seperti beberapa contoh penggunaannya seperti berikut :

"Abu Tammam itu khaatamusy syu'araa (khaatamnya para penyair - Penyair yg
paling afdol/baik)" (wafayatul A'yan). Maksudnya Abu Tammam dizamannya diakui sebagai penyair terulung.

"Imam Syafi'i itu Khaatamul Auliya (Khaatamnya para Aulia/wali)" (At-Tuhfah
Al Saniyyah). Maksudnya adalah Imam Syafi'i diakui sebagai Aulia/Wali termulia. Tetapi setelah beliau masih banyak muncul wali-wali.

Begitulah kawan, sekedar memperkaya bahwa penafsiran akan Al Quran itu tidak satu adanya.

Wassalam

 
;