27 May 2008 36 comments

KemanakahArahPerjuangan Mereka?

Romantika Soe Hok Gie yang seorang aktivis mahasiswa revolusioner serta memori indah penggulingan rezim Soeharto 1998 lalu, nampaknya masih menghinggapi rekan-rekan mahasiswa sampai saat ini. Mereka yang pada tahun tersebut masih memakai seragam putih-abu2, atau bahkan putih biru, pastilah segera menemukan sosok heroik mereka yang baru, dan pahlawan itu disebut mahasiswa. Segera setelah mereka masuk menjadi mahasiswa, maka mereka akan mewujudkan sosok yang heroik tersebut dalam dirinya sendiri. Ikut turun ke jalan(meski gak tau apa2 dan cuma kebagian megang poster berisi tuntutan), rela meninggalkan ruang perkuliahan, mengorbankan rupiah demi rupiah yang telah dibayarkan orang tua mereka untuk biaya kuliah, dan mengorbankan hal-hal lain demi memperjuangkan nasib rakyat, yang bahkan rakyat itu sendiri kadang tidak meminta untuk diperjuangkan dengan cara seperti itu.

Coba sekarang kita cermati aksi-aksi para “pahlawan” jalanan tersebut, sangat tipikal sekali dan homogen. Modal pengeras suara, poster tuntutan, dan kadang aksi teatrikal, mereka berbondong-bondong turun ke jalan, menuju ke depan kantor pemerintah(apapun itu), kemudian berteriak2 sampe tenggorokan kering menuntut perubahan-perubahan yang sesuai dengan idealisme mereka, yang mungkin mereka kira melakukan perubahan yang seperti mereka inginkan tersebut semudah memencet remote TV untuk mengganti chanel. Kalo udah capek dan kadang kalah bentrok sama aparat, ya mereka bubar. Perubahan yang dituntut sampe tenggorokan kering pun hanya tinggal wacana. Lain hari mereka turun ke jalan lagi dengan mengemas isu dan tuntutan yang berbeda, ya cuma kayak gitu terus.

Akhir-akhir ini saya sering ngenes sendiri melihat aksi rekan-rekan mahasiswa yang kebetulan masuk TV, tuntutan yang paling aktuil saat ini apalagi kalo bukan turunkan harga BBM. Yang bikin tambah seru ada acara bakar-bakar ban di jalan segala, yang bikin sedih adalah tindakan anarkis para demonstran yang merugikan rakyat yang saat itu sedang mereka perjuangkan nasibnya, yang bikin konyol ada sesi mencegat mobil-mobil plat merah. Lha apa setiap yang menumpang mobil plat merah itu bisa menurunkan BBM?

Menurut pandangan saya, untuk saat ini kita gak akan bisa merubah apapun hanya dengan berteriak2 di pinggir jalan menuntut ini itu, bakar ban bekas, menantang aparat, atau menyandera mobil plat merah. Kalo memang paham betul kesalahan pemerintah itu dimana, dan bagaimana cara meluruskannya yang pada akhirnya mampu untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia, mari lakukan itu dengan cara yang intelek. Sebagai kaum intelektual, kita seharusnya paham betul kalo revolusi tidak harus dengan aksi fisik. Kalo ingin merubah sebuah sistem masuklah ke dalam sistem itu, perbaiki dari dalam. Kalo dari beratus-ratus aktivis demonstrasi sekarang mempunyai pemikiran seperti itu, saya sangat yakin anak cucu saya kelak bisa merasakan keadaan Indonesia yang jauh lebih baik dari sekarang ini. Gak perlulah demo-demo anarkis kayak gitu lagi, terlalu banyak yang dikorbankan dengan hasil yang tidak jelas juga.

Ada sebuah film dokumenter mengenai kisah mantan aktivis demonstrasi 1998, yang pada intinya dia sampe sekarang tetap harus berjuang mati-matian untuk dapat menghidupi anak istrinya, meski mungkin dia telah turut berperan menyelamatkan bangsa ini dari rezim otoritarian. Pesannya yang sangat mengena adalah, berjuanglah dengan konsep yang jelas, jangan asal turun ke jalan teriak2 tanpa paham apa yang sedang diteriakkan.

Yah mungkin kalo suatu saat kangen pengen demo, kita demo saja harga rokok yang naik terus ini. Harga rokok sebungkus sekarang lebih mahal dari harga 1 liter bensin lho, sadar gak? Padahal sehari rata2 kita habis satu bungkus, kenapa gak demo masalah itu aja ya?hehehe…

Ilustrasi foto ngambil dari revolusidamai.multiply.com

 
;