15 March 2009 71 comments

ngoyoworo

Hidup adalah tentang memilih. Mau nggak mau, suka nggak suka, tetap saja kita harus memilih. Kadang muncul beberapa opsi pilihan, yang kalo ditimbang-timbang sama menariknya. Menarik dan tidak menarik, itu adalah napsu. Selemah-lemahnya orang adalah yang tidak dapat mengalahkan napsunya sendiri. Melawan dan mengatur diri sendiri saja tidak sanggup, kok udah berkoar-koar mau berangkat jihad-lah, mau ikutan ngurusi negara-lah, mengkritik sistem yang katanya penuh cacat sana sini-lah...apa gak malu-maluin itu namanya... urus dulu kelaminmu yang senantiasa melirik kiri dan kanan mencari2 lobang, perangi dulu sifat gila hartamu yang selalu ingin menambah pundi2 uang dengan cara-cara gak bener, baru setelah itu mulai ikutan mikir negara dan urusan orang lain.

Kembali kepada soal memilih, ini bukan tentang memilih partai yang makin beragam dan warna-warni, bukan pula tentang memilih nama-nama caleg yang bahkan kita belum pernah mendengar namanya sebelum poster orang tersebut terpampang dipinggir jalan, namun ini soal memilih dalam arti luas, yang bersangkut paut dengan kehidupan kita sehari-hari. Ketika dihadapkan pada sebuah pilihan, kita sama seperti dihadapkan pada dua warna, hitam atau putih. Kita harus berani memutuskan memilih hitam, atau memilih putih. Apabila kita masih memilih untuk berada diantara kedua warna itu alias abu-abu, artinya kita masih belum berpendirian kuat.

Ketika pada suatu saat muncul beragam pilihan, skala prioritaslah yang harus kita pegang. Menentukan hal-hal yang paling penting untuk diri kita sendiri, yang kemudian kita dahulukan untuk dikerjakan. Mungkin terdengar agak egois, tapi pada kenyataannya mana ada orang yang tidak egois di dunia ini?? Ada suatu titik dimana menuntut manusia untuk egois, apalagi ketika menyangkut soal urusan perut. Semua orang butuh makan, untuk bisa makan kita harus berkerja, jadi mana mungkin kita selalu mengorbankan diri untuk mengurusi urusan orang lain sampai-sampai kebutuhan kita sendiri tidak tertutup? Mengandalkan orang lain untuk menutupi kebutuhan kita? ah saya kira sampeyan terlalu banyak nonton film...

Jadi sekali lagi, kita harus memprioritaskan kebutuhan sendiri dulu, baru kemudian bersosialisasi. Bersosialisasi itu bagus, berorganisasi itu banyak manfaatnya, namun janganlah sampai mengorbankan kebutuhan diri sendiri. Orang mau bilang kita egois, yo wes ben wae...

Maapkan kalo sekiranya akhir-akhir ini saya jarang berkunjung dan urun nggunem di blog kawan-kawan semua, dikarenakan saya harus memilih untuk mendahulukan sesuatu dulu.

(Guneman ini terbikin dari banyaknya pilihan yang menghampiri di kehidupan saya, semuanya menarik, semuanya menawarkan kesenangan, namun saya tetap harus memilih kan.....)

GARAPEN SEKRIPSHIT-MU NYUK.....!!!!!!!!!!!!
04 March 2009 66 comments

Misteri Tokai

Kalau sampeyan berharap guneman kali ini tentang barang lembek yang (rata-rata) berwarna kuning dan bau, silahkan pindah ke blog sebelah aja, karena saat ini saya bermaksud untuk membahas Tokai yang lain. Tokai yang ini gak bikin bau meski dikantongi kemana-mana. Ya, ini adalah mengenai Tokai yang korek gas itu. Kalo sampeyan masih ngotot nyari yang lembek-lembek disini ya silahkan aja nekat menyimak guneman ini sampe rampung, pasti sampeyan akan kecewa. Dan itu bukan urusan saya, wong saya udah ngingetin dari awal, ya to..?? wess lanjut...

Korek api adalah pasangan sehatinya rokok. Keduanya membentuk sebuah hubungan komplementer yang intim. Punya rokok tanpa bawa korek gak bakalan bisa ngepul, sedang bawa korek tanpa punya rokok kok ya keliatan ngisin-ngisini banget (ketok nek njalukan…). Suatu saat ada seorang kawan yang biyayakan sambil ngomyang-ngomyang gak jelas,usut punya usut ternyata kawan tersebut sedang melacak keberadaan koreknya, yang baru beberapa menit lalu membantu menyalakan rokoknya yang masih mengepul. “ Iki Tokai le..”, begitu jawabnya ketika saya bilang, “ Halah cuma korek wee...”. Setelah melalui sedikit perjuangan dikarenakan cahaya yang minim disebuah wedangan, akhirnya korek gas berwarna merah itu berhasil dia dapatkan kembali.

Sebelum melanjutkan guneman ini, saya pengen menegaskan kalo ini bukanlah postingan berbayar. Sama sekali saya nggak mendapat royalti apa-apa dari postingan ini, sah??? kalo begitu mari kita lanjutkan. Tokai, begitu merk dagang yang tertera di lempengan seng sisi sebelah kiri kepala korek gas tersebut. Sejauh pengalaman saya, belum ada produk-produk korek gas lain (yang selevel tentusaja) yang bisa menandingi kehandalan korek gas ini. Pasti nyala dengan mudah, gesekan antara roda gerigi dan batu apinya halus, serta bodi yang kokoh adalah keunggulan yang saya rasakan selama menggauli produk korek Tokai ini. Harga perbijinya juga gak mahal, cuma Rp 2000 saja.

Nah yang masih menjadi misteri yang belum terpecahkan antara saya dan kawan-kawan sesama pemakai korek Tokai adalah; korek ini langsung macet begitu gas didalam tabung plastiknya itu habis. Iya, sumpah deh pasti langsung macet. Hal ini bukan hanya dialami oleh saya saja, namun setelah saya tanyakan pada beberapa kawan mereka juga mengalami hal yang serupa. Apakah sebegitu canggihnya teknologi yang dipakai oleh produsen korek Tokai ini, sehingga bisa memperkirakan kapan harus rusak yang berbarengan dengan habisnya gas? Mungkinkah ini teknologi dari peradaban yang lebih maju dari yang ada di bumi? (doh) (idiot)

Fenomena aneh yang masih berselimut misteri ini yang menghantui tidur saya selama beberapa malam, hingga terbikinlah guneman ini dengan harapan ada yang bisa membantu memecahkan misteri tersebut (maap kiranya terlalu berlebihan bahasa saya, hahaha). Tapi sueeerr, saya penasaran banget kenapa bisa kejadian yang seperti itu. Mungkin ada kawan-kawan blogger sekalian yang bisa membantu? Tapi tolong saya berharap jangan bawa-bawa fatwa haram rokok dalam komen sampeyan nanti di guneman saya kali ini. Maturnuwun…

* Sampeyan yang belum punya fesbuk silahkan malu sama korek gas yang satu ini, karena korek aja bisa bikin fesbuk kok, hahahaha...
 
;