30 May 2007 6 comments

Mengais Tradisi dan Budaya Jogja


Selalu ada sensasi tersendiri setiap memasuki wilayah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pemandangan para abdi dalem dengan beskap maupun kebaya, suasana yang tenang, keramahan yang orisinil, dan alunan indah bahasa kromo inggil yang muncul dari mulut para abdi dalem tersebut setiap diajak berbicara. Sebuah keadaan yang akan semakin sulit ditemukan diluar wilayah Keraton.

Yogyakarta telah lama dikenal sebagai kota budaya. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memegang peranan penting sebagai pusat dan sumber kebudayaan yang dimiliki oleh kota Yogyakarta. Namun predikat sebagai kota budaya bukan tidak mungkin sebentar lagi akan dicopot dari Yogyakarta. Kebudayaan yang diagung-agungkan dan menjadi trade mark Yogyakarta ternyata lambat laun mulai tergeser akibat arus globalisasi yang semakin kencang berhembus. Dalam peta Pariwisata Indonesia, Yogyakarta termasuk salah satu favorit tujuan para wisatawan (baik Mancanegara maupun domestik). Setiap musim liburan tiba, kita dapati jalan-jalan di kota kita ini terasa semakin sesak dengan wisatawan yang berkunjung. Salah satu yang diunggulkan Yogyakarta sebagai ujung tombak pariwisata adalah wisata budaya. Menurut E.B Taylor (1982), kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang terkandung didalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat manusia sebagai anggota suatu masyarakat.

Generasi muda memegang peranan kunci demi kelestarian sebuah kebudayaan. Namun kecenderungan yang terjadi di Yogyakarta dewasa ini adalah; semakin menipisnya perhatian atau minat generasi muda dalam hal pelestarian kebudayaan. Hal ini dapat dilihat dari pola dan gaya hidup generasi muda Yogyakarta yang sudah semakin jauh meninggalkan identitas ke”Jogjaan”nya. Memang tidak dapat disalahkan apabila para generasi muda, khususnya remaja, di kota Jogjakarta lebih mengakrabi budaya pop ketimbang budaya warisan leluhur yang bersahaja. Peran media sangat besar dalam memperngaruhi orientasi budaya kalangan muda ini. Muncul istilah generasi MTV yang mengacu pada budaya dan gaya hidup yang penuh dengan hura-hura, glamour dan kekayaan yang tidak masuk akal. Remaja dengan tingkat emosi dan pemahaman yang masih labil secara mentah-mentah menduplikasi apa-apa yang mereka lihat melalui televisi pada kehidupan sehari-hari mereka, baik dalam budayanya dan terlebih dalam dandanannya. Hal ini sangat mengkhawatirkan. Lambat laun tradisi dan budaya asli Yogyakarta yang anggun dan bersahaja itu bakal tergusur dan akan benar-benar lenyap dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jogja sendiri.
Contoh sederhana adalah penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar sehari-hari mulai tergusur dengan bahasa Indonesia, yang sebenarnya juga bukan murni bahasa Indonesia, karena banyak mengandung sisipan dan istilah-istilah yang populer dengan bahasa gaul. Tak pelak lagi bahasa jawa yang memiliki tingkatan-tingkatan seperti kromo inggil, kromo alus, sampai ngoko mulai jarang bisa kita dengarkan dari mulut seorang remaja yang berbicara kepada orang tuanya, atau seorang adik kepada kakaknya.

Dari segi tradisi, telah lama kita tahu bahwa THR Yogyakarta telah menjadi Purawisata yang mengandalkan musik dangdut sebagai acara pokoknya, yang mana dangdut jelas-jelas bukan merupakan budaya asli dari Yogyakarta. Kadang muncul keinginan untuk dapat menyaksikan pertunjukan kethoprak atau wayang orang seperti yang secara rutin masih dipentaskan di taman Sriwedari Solo. Bisa dipastikan dengan keadaan seperti ini semakin banyak generasi muda asli Yogyakarta yang buta akan kesenian wayang kulit, kethoprak, wayang orang, dan tari-tarian asli peninggalan kebudayaan Yogyakarta, dikarenakan tidak ada lagi tempat yang secara kontinyu menyajikan kesenian-kesenian tradisional tersebut.
Tradisi Sekaten yang merupakan tradisi peninggalan leluhur juga menuai kontroversi setiap perayaannya. Sekaten dituding sudah bukan lagi milik rakyat, karena kental dengan aroma komersialisme yang mengalahkan nuansa tradisinya itu sendiri. Sungguh kasihan generasi penerus di Jogjakarta. Suatu saat mungkin mereka hanya bisa mendapatkan informasi tentang sejarah tradisi dan kebudayaan kota mereka sendiri melalui buku pelajaran.

Pemerintah Propinsi DIY seharusnya sadar betapa pentingnya melestarikan tradisi dan kebudayaan asli daerah. Pelestarian budaya dan tradisi Jogja bukanlah semata-mata tanggung jawab Keraton, namun juga tanggung jawab kita semua sebagai warga Jogja yang harus didukung sepenuhnya oleh Pemprop DIY. Pelestarian sebuah kebudayaan adalah sebuah tindakan yang harus dilakukan secara terus menerus, bukannya terputus. Mungkin ada baiknya apabila pemerintah membangun semacam pusat kebudayaan, yang secara rutin menampilkan budaya-budaya asli Yogyakarta, seperti tarian, kethoprak, wayang orang dan wayang kulit. Tidak hanya cukup mendata grup-grup kesenian tradisional saja, tetapi juga memberi pembinaan yang serius terhadap kebudayaan-kebudayaan Yogyakarta yang sudah diambang kepunahan, seperti nggamel dan macapatan. Semoga Yogyakarta tetap diingat sebagai kota yang berbudaya.
29 May 2007 65 comments

APARAT ( ≠ ) KEPARAT


Saya jadi agak deg-degan kalo lewat perempatan atau pertigaan yanga ada lampu lalu lintasnya. Jangan-jangan makhluk yang ada didalem bangunan kotak kecil itu tiba-tiba keluar dan menembak saya, hanya gara-gara semalem gak dapet jatah dari istrinya atau sebab-sebab konyol laennya. Kasus main tembak oleh aparat keamanan di Indonesia terulang lagi. Parah banget bos…


Jadi inget salah satu adegan dalam serial HEROES, saat Matt Parkman ditanya ma provost “Describe your job as a cop?”, trus mas Parkman itu jawab, “To serve and protect”. Ya, mereka bertugas untuk melayani dan melindungi. Meski tu serial dari Amrik sono, tapi yang namanya tugas polisi dimana-mana juga gak mungkin jauh beda kan?
Trus kalo kita review kembali prestasi para aparat kita, ada yang sukses menembak kepala orang yang dituduh selingkuh dengan istrinya, ada yang menembak istrinya sendiri sampe koit gara-gara masalah rumah tangga, ada juga yang menembak mati atasannya cuma gara-gara gak mau dimutasi, blom lagi kasus-kasus perang antar aparat yang banyak terjadi di luar Jawa, hebat gak???(Tai Babi!!!!! Mbak luna said..) Satu yang jadi pertanyaan saya, do they have something inside their head that called brain?


Setuju banget kalo misal diadakan tes kejiwaan yang rutin diadakan tiap bulan bagi para orang-orang berseragam yang menyandang senjata api di pinggangnya itu. Bagi yang hasil tes EQ-nya mendekati level monkey, jangan dikasih senjata api. Kasih aja ketapel ato pentungan.
Kita bisa paham kalo kualitas penegak hukum kita jauh dari kualitas yang dimiliki penegak hukum laen di dunia. Liat aja perekrutannya, there always money talk. Sebagai ilustrasi, dulu saya punya seorang teman maen saat SMP, lulus SMA teman saya itu, yang hobinya balapan liar, doyan minum ama doyan maen cewek juga, daftar jadi aparat keamanan(Secaba or whatever…). Habis duit berpuluh2 jeti dan akhirnya bisa lolos dapet seragam coklat ama sepatu boot itu. Kelakuannya setelah “jadi” juga gak jauh beda, masih suka mengunjungi tempat minum, masih mau maen cewek juga. Bisa dibayangkan disini, kalo sebagian dari aparat2 penegak hukum itu masih bermental pelanggar hukum, jadi kaya ngasih seragam ama para outlaws. Kok jadi kaya The Departed ya?


Dalam pendidikan calon pelayan dan pelindung masyarakat itu seharusnya tidak hanya penguatan fisik aja (dengan lari2 tiap pagi berombongan sambil nyanyi2, the most stupid thing i’ve ever know), tapi mental mereka juga harus dibangun dong pak..kasih pengertian kalo mereka bisa petentang petenteng godain cewek dengan bermodalkan seragam dan dapet gaji tiap bulan dari pajak yang dibayar masyarakat. Every single bullet on their gun dibeli dari duit masyarakat, jadi kalo pengen nembak sesuatu, sesuatu itu haruslah menyangkut kepentingan masyarakat. Tembak tu para koruptor, sampe mampus juga gak masalah, jangan beraninya cuma nembak maling kelas teri yang bener2 terpaksa mencuri buat bertahan hidup. Tangkap para penebang liar yang udah bikin hutan kita gundul(emang maling ayam?maen digunduli aja..), jangan beraninya cuma nangkep pengendara motor yang nerobos lampu kuning yang beranjak jadi merah dalam waktu sepersekian detik aja.


Ah saya blom berani berharap banyak dari beliau-beliau itu, semoga perbaikan kualitas mereka semakin nyata. Paling nggak besok anak cucu saya sudah benar-benar dapat melihat perbedaan antara aparat dan keparat. Coz for now, I can’t...

1 comments

TEKNOLOGI YANG MENGERTI ANDA



Hidup dijaman sekarang serba enak. Kalo kepanasan ada AC yang setia menyemburkan hawa dingin dari mulutnya yang lebar, bosen dengan channel TV yang isinya cuma gossip kita tinggal mencet remote aja dari tempat kita duduk dan diamlah TV itu, pengen nyari berita dari seluruh penjuru dunia tinggal pergi ke warnet, pengen nelpon temen gak harus nyari telpon umum, tinggal mencat mencet tombol aja di telpon portable yang setiap orang memanggilnya HaPe dan hampir semua, dari tukang parkir sampe tukang sayur memilikinya.
Saya jadi teringat dulu pas saya SD, seorang guru mengajarkan cara memakai memakai telpon umum. Saya yang dirumah kebetulan ada telpon juga jadi tertarik untuk mencoba telpon umum Walhasil sepulang sekolah saya mampir ke sebuah telpon umum yang ada didekat SD saya, saya masukkan koin seratusan sisa uang saku saya dan menelpon rumah saya sendiri untuk sekedar ngomong ama ibuk saya bahwa saya udah pulang sekolah(gak penting banget..). Sensasi yang muncul ketika dengar koin logam yang kita masukkan menimbulkan bunyi-bunyian gemerincing sangat menarik perhatian saya waktu itu.

Teknologi emang berkembang pesat. Internet masih jadi raja teknologi saat ini. Disusul dengan perkembangan gadget-gadget macam HaPe, Ipod, PDA, notebook atau apalah..maklum untuk urusan teknologi, saya termasuk kebalikan dari judul diatas “ANDA YANG TIDAK MENGERTI TEKNOLOGI”, he3x… Saat dipinjemi laptop temen, gerakin cursor dengan telunjuk yang digeser2kan pada sebuah bidang datar masih merupakan hal yang menyulitkan saya, tetep aja lebih nyaman pake mouse.
Handphone aja saya masih yang jaman dulu banget, suara masih monophonic, jangankan buat motret, lha wong screen-nya aja masih monochrome kok. Tapi namanya juga kadung tresno alias udah terlanjur cinta, setidaknya itu pembelaan yang sering saya ajukan ketika teman-teman saya meledek HaPe saya.

Saya sering gak ambil pusing dengan temen yang sering menyambangi kos saya dan memamerkan HaPenya yang selalu saja seri terbaru. Yang bisa nyetel musik kencenglah, yang memorinya lebih gede dari flash disk yang saya miliki lah(flash disk saya 256 MB), yang bisa motret dengan piksel yang gede(whatever, urusan foto saya masih percaya bgt ama kamera SLR saya), yang bisa buat ngrekam ama nyetel film lah, nah ini yang agak menarik perhatian saya. Bukan teknologinya, tapi lebih kepada isinya. Selalu saja ada gambar bergerak yang berkategori XXX di HaPe temen saya itu. Emang bener-bener teknologi yang mengerti anda. Teknologi dapat mengerti kalo ada sebagian orang yang senang mempertontonkan adegan2 privatnya pada publik, dan juga teknologi bener-bener mengerti kalo ada orang yang seneng nonton hasil karya amatiran itu, termasuk saya mungkin, he3x..

Saya yakin mas-mas yang menciptakan teknologi itu dulunya gak bermaksud agar teknologi yang diciptakan digunakan untuk hal-hal kaya gitu. Tapi emang dasar manusia aja yang pada kreatif. Jadilah setiap pergi ke warnet saya gresek-gresek nyari file yang berformat tiga ge pe (istilah temen saya), he3x...
Teknologi kalo dimanfaatkan secara tepat guna bisa sangat membantu kehidupan manusia. Orang Indonesia yang sadar betul tenatang hal ini adalah om Roy suryo. Berulangkali beliau membantu aparat keamanan memecahkan kasus dengan bantuan teknologi yang dikuasainya betul. Juga saat Om Roy membantu warga daerah bantul yang khawatir rumahnya bakal ambles pasca gempa besar, dengan bantuan robot yang digerakkan pake remote dan dikasi kamera yang dilepaskan ke dalam sebuah lubang untuk mendeteksi struktur tanah disitu, pokoknya keren deh...

Teknologi terus berkembang di luar sana, dan saya masih harus berkutat dengan masalah keyboard komputer saya yang hurufnya makin hilang ini serta hape monokrom dan monophonik saya yang terus menerima pesan-pesan gak penting dari 818, menjengkelkan...
 
;