24 December 2007

HAMPIR PUNAH

Saya adalah wong Jogja asli. Saya cinta banget sama kota ini, bahkan saya ikhlas kalo semisal harus menghabiskan seluruh jatah hidup saya di kota ini. Kebetulan saja sekarang saya bermukim sementara di kota tetangga, Solo. Jogja dan Solo bagi saya memiliki keeksotisan sendiri. Kebudayaan kedua kota ini hampir sama, yah maklum saja karena dulunya Jogja dan Solo memang merupakan satu kerajaan yang kemudian berpisah setelah ada perjanjian Giyanti pada 1755. Berbasis keraton sebagai penyangga utama kebudayaan, Jogja dan Solo selama ini masih dikenal sebagai kota budaya.

Melihat pembangunan di kedua kota ini hati saya bagai terbelah dua (hayaahhh...). Disatu sisi saya senang melihat kedua hometown saya itu maju, yang ditandai dengan bermunculannya bangunan-bangunan pusat perbelanjaan yang mewakili kebudayaan modern disana sini. Tapi disisi lain saya merasa miris juga. Apa iya 15 atau 20 tahun yang akan datang Jogja dan Solo masih mampu mempertahankan kebudayaannya yang sangat luhur dan eksotis itu?

Foto ilustrasi pada guneman kali ini saya ambil di keraton Solo beberapa bulan yang lalu. Lihatlah betapa luhurnya kebudayaan Jawa, terwakili dengan seorang abdi dalem tua berpakaian adat (kemben) yang sedang khusyuk memanjatkan doa ditingkahi kepulan asap kemenyan. Coba sampeyan semua bayangken, di jaman internet sekarang ini masih ada juga yang bakar kemenyan...sungguh sangat eksotik bukan??

Lha kalo mbah-mbah seperti yang ada dalam foto itu sudah mati semua, sementara yang muda-muda lebih tertarik untuk nongkrong di mall, berlomba update fashion ala distro, dan mencoba berbagai variasi rasa kondom daripada ikut berpartisipasi melestarikan kebudayaannya sendiri, trus piye?

Impian saya, 15 atau 20 tahun lagi saya akan mengajak anak saya untuk hunting foto ke tempat yang sama, dan saya ingin anak saya nanti juga masih dapat menyaksikan keeksotikan kebudayaan asli Jawa itu. Tapi apakah impian saya itu terlalu mengada-ada ya? Masih mungkinkah hal itu dapat di jumpai di masa yang akan datang? Haruskah anak saya nanti mengenal kemben dari mall-mall? Kemben yang telah dipadukan dengan rok mini dan sepatu hak tinggi yang ditingkahi kepulan asap rokok dari bibir tipis nan sexy?

24 comments:

Anonymous said...

setuju mbah...
bukannya aku tertutup akan kemajuan jaman...
tapi semua itu ada batasnya...
tren mode seh boleh saja tapi yang masih pantas dan sesuai adat kita...
(tapi digambar si mbah kok cuman pake daleman yak)
dan yang paling penting jangan sampai meninggalkan ato lupa sama adat istiadat kita...
sudah banyak seni budaya kita yang dicuri oleh bangsa lain...
semua itu tak lain halnya karena kita tidak mau melestarikannya...
iya kan mbah joel...

komen pertama koyo'e kih

icHaaWe said...

bener yah...gak dijogja aja...disemua daerah...anak2 mudanya semua lebih senneg dalam menyerap budaya kebarat2an..budaya luxurious ... masa ada gituh anak muda jaman sekarang yg pergi les gamelan...pasti mereka lebih milih les piano,les balet...biar gaooolll...

Agaz said...

jujur wae..aku seneng nek ndelok postinganmu ono gambare.. soalnya pic yang kamu punya bagus2 banget.. cuih..cuih.. andalah fotografer handal sekitar wates..:))

Anonymous said...

Very nice picture!

Me said...

Aku cinta jogya juga...dan sangat merindukan untuk bisa ke sana lagi, tapi nampaknya rinduku pada jogja tiada bertepi karena sebuah memori.

Anonymous said...

Itu hasil jepretannya Joell sendiri. Keren bok. Belum pernah ke Jogja, moga2 bisa ada kesempatan saya kesana. Pengen foto hunting juga :D

adekjaya said...

joell..aku mbok ajari motret..po maneh motret mbak2 sik pake kemben mini yang berkeliaran di mal-mal...wkakakakaka..

Totok Sugianto said...

anak muda sekarang mungkin sudah tidak tertarik lagi dengan budaya yg semestinya kudu dijaga. indikasinya si kelihatan banget. misal festifal yg diselenggarakan keraton seringkali yg terlihat hanya orang2 sepuh

sayurs said...

lha sampeyan sendiri pun kok malah membayangkan ngajari motret ke anak sampeyan, mbok ya sekalian diajari untuk ikut melestarikan budaya tersebut. Eling marang sangkan paraning dumadi kan bukan hanya kewajiban para abdi kraton saja kan ? Saya percaya sampeyan tidak hanya berharap ada objek potret yg demikian to, tapi juga berharap tradisi budaya bahkan maknanya juga tetep lestari to. Suwun.

Anonymous said...

Kalo mbah abdi dalem dan prajurit kraton semua tiada sedangkan yang muda2 gak berminat apa jadinya ya?? Tentu sangat disayangkan kalau budaya kita yang eksotis itu luntur perlahan-lahan.

Pitshu said...

Klo tempat2 yang masih ada budayanya, enggak akan rusak kok! biasanya kan ada sesepuh yang menggurus dan meneruskannya :)

Loedin said...

Memang betul... untuk ngisi liburan emang perlu anak2x kita dibawa ke tempat cikal bakal negoro iki, biar ndak lupa sama leluhur. Jangan sampai anak kita nyekar bawa playstation..he..he..

kw said...

ha ha budaya itu kan konon proses terus berkembang menuju ke lebih baik ( meskipun baik yang seperti apa masih diperdebatkan).

kalau budaya seluhur itu dianggap telah tak sesuai dengan jaman, tak disuka para pelakunya lalu di tinggalkan ya sah-sah saja to?

:)

dinda said...

aku juga dari Solo mas, tapi numpang lahir dan liburan aja di sana.
Aku yakin kok 10-15 taun lagi budaya itu masih bisa dipertahankan... tapi yaaa, porsinya jadi lebih sedikit.
mas, ndak mau beli kamera di tempatku? hehe, jadi promosi ginih.

Anonymous said...

Mungkin nunggu di-geta sama malaysia dulu br pada sadar..

Anang said...

bahasa jawa pun akan sirna jika gombalisasi terus menerus menelan budaya bangsa sendiri...... budaya asing yang akan lestari di bumi pertiwi ini jika kaum muda tak segera sadar akan bencana kepunahan budaya agung indonesia.... khususipun ing tanah jawi meniko.....

Unknown said...

Dalem tulisannya, tapi kok aku gak suka bau kemenyan enek

`.¨☆¨geLLy¨☆¨.´ said...

picnya keREN abiz joeLL..aku suka^^::^^
==============================
mau gimana lagi ta joell kenyataannya mank gitu,warisan nenek moyang ini lama2 dach semakin terkikis

bersikap selektif aja untuk terima kebudayan baru...^^::^^N menjujung nilai luhur nenek moyang,aku salut bngt ama cwek2 jaman dulu tata krama N sopan santunya itu^^..bersikap lembut,hormat,N masih menjujung harga diri baik itu diri sendiri maupun keluarga...


tp bila lihat cwek jaman sekarang juga sad,banyak yang dach menjatuhkan dirinya sendiri..
Entahlah...hanya mereka tahu mana yg terbaik untuk dirinya^^::^^

keinginan joell tuk kenalkan warisan nenek moyang pada anaknya nnt itu baik bngt,paling ga' ada sepercik harapan...untuk di kenang N di lestarikan,"tak kenal mana tak sayang".....

GHATEL said...

Kalo saya Inget kata Yogya pasti saya juga inget Katon Bagaskara.... kui loh lagune seng uenak dirungokno...

Dony Alfan said...

Jangan apatis gt dong, masih banyak kok anak muda yang masih bangga dengan budayanya.
Mungkin kita bisa mengemas ulang budaya itu tanpa merubahnya secara fundamental, sehingga anak muda seperti kita menjadi lebih tertarik untuk kembali menengoknya.

MBAH IM said...

Yang jelas sekarang tali kutang pada putus n kemben-kemben pada melorot.....Fenomena zaman keterbukaan atau asimilasi kebudayaan??

Lovely Dee said...

Aq gak bakalan biarin anak perempuan saya pake kemben, rok mini,dan high heel.. Palagi ngerokok.. Na'udzubilah..

Meski miris, aq yakin banget klo naluri lelakimu sangat menyukai cewek seksi berkemben, rok mini, high heel dan bibir seksi.. Ya ga hayoo?!

Yang jelas, aq sepakat untuk mewariskan nilai-nilai budaya bangsa ke anak-anak kita kelak..

Anonymous said...

anak sekarang senengnya jrang-jreng, lupa pada jati dirinya

Ade Fr said...

Saya juga berharap seperti itu tapi rasa-rasanya kan anak jaman sekarang sudah enggan untuk peduli dengan budaya nenek moyangnya. Dan hal ini bukan hanya terjadi di Jogja dan Solo. Kita lah yang memegang peranan penting untuk bisa menjaga kebudayaan tersebut.

 
;