27 July 2008

Seragam Batik Bagi Pelajar Jogja

Tentang diklaimnya beberapa motif batik oleh negara tetangga membuat Indonesia seperti kebakaran jenggot. Merasa sebagai yang paling berhak untuk mengklaim bahwa batik merupakan produk lokal asli, Indonesia kemudian melakukan beberapa cara agar batik kembali membumi di Indonesia. Mulai dari presenter tipi, politikus dan pejabat negara sampai para artis, semuanya berbondong-bondong mengenakan dan berbangga diri mengenakan batik. Nah berhubung para publik figur yang sering muncul di tipi itu pada memakai batik, dan semua keliatan ayu-ayu, ganteng-ganteng, walhasil semua orang sekarang seperti dilanda demam batik. Memakai batik sudah menjadi trend fashion yang sedang digandrungi dewasa ini. Soal mempopulerkan batik ini, sebenarnya ada salah seorang kawan blogger, yang juga sekaligus kawan kuliah, yang dulu pede banget ke kampus memakai batik ditengah maraknya pakaian-pakaian produk distro. Istilahnya melawan mainstream lah. Namun apa lacur, kegantengannya gak terkatrol sedikitpun dengan pakaian batiknya, jadi ya gak ada satupun yang mengikuti jejaknya memakai batik ke kampus,hahahaha.....

Bagi sampeyan blogger semua yang berdomisili di Jogja, pasti sudah pada denger tentang Peraturan Walikota no 24 Tahun 2008 tentang pedoman peraturan dan tata tertib sekolah. Di dalam peraturan tersebut terdapat poin yang menyebutkan bahwa wajib mengenakan batik bagi seluruh pelajar pada hari Jum’at dan seragam bebas pada hari Sabtu. Sebagaimana peraturan-peraturan baru lainnya yang pasti menuai pro dan kontra, begitu juga dengan yang satu ini. Untuk yang seragam bebas sudah jelas pro dan kontranya berhubungan dengan kekhawatiran akan berpindahnya catwalk ke sekolah-sekolah, tentang bagaimana dengan anak orang yang tidak mampu akan minder karena berpakaian ala kadarnya, dan bla bla bla....gak menarik lagi buat dibahas.

Yang menarik bagi saya adalah tentang peraturan berbaju batik itu. Saya kira tujuan awalnya baik dan sudah jelas; turut berpartisipasi nguri-uri salah satu budaya bangsa yaitu batik itu sendiri. Namun implementasinya tidak akan sesimpel itu. Saya sendiri berpendapat bahwa nguri-uri atau melestarikan, apapun itu, tidak akan bisa dengan paksaan, harus tulus dari hati nurani pribadi masing-masing. Nah yang namanya peraturan kan berarti mewajibkan, mewajibkan sendiri artinya beda-beda tipis dengan memaksa, apakah dengan paksaan untuk melestarikan suatu kebudayaan itu akan bisa membuat budaya tersebut lestari? Bagaimana setelah peraturan itu tidak lagi mengikat mereka, misalnya sudah lulus sekolah, apakah masih bisa berkelanjutan hal-hal yang baik tadi? Mengingat selama ini mereka melakukan karena sebuah keterpaksaan?

Diluar perkara paksa memaksa itu sendiri ada yang lebih konkret disini. Batik yang asli budaya Indonesia adalah batik tulis, sementara harga batik tulis itu sendiri, sampeyan juga pasti paham, muahaalll... Nah kalo akhirnya pihak sekolah tunduk pada peraturan Pak Wali tadi dan mewajibkan anak-anak didiknya berseragam batik, maka saya yakin batik-batik yang akan dikenakan para siswa tadi adalah batik cap, bukan batik tulis. Nah ini juga sudah salah kaprah lagi, nanti bisa-bisa anak-anak muda yang polos tadi beranggapan bahwa batik yang selama ini di agung-agungkan sebagai budaya luhur bangsa Indonesia, adalah batik cap yang setiap hari jum’at mereka kenakan itu. Mereka akan mengenal batik tanpa tahu apa itu canting, apa itu malam, dan tanpa pernah melihat betapa eksotisnya ibu-ibu yang berulangkali meniupi cantingnya setelah dicidukkan ke wajan kecil diatas tungku,sebelum menggoreskannya pada selembar kain putih cikal batal kain batik.

Hmmm...knapa saya jadi orang yang selalu kritis pesimis kayak gini ya? Semoga kekhawatiran saya tinggal sebuah kekhawatiran tanpa alasan belaka. Semoga langkah Pak Walikota Herry itu benar-benar membantu lestarinya kebudayaan batik Indonesia.

18 comments:

Tukang Nulis said...

Menanggapi hal tersebut saia mau berkata" udah telat kalieee" toh beberapa motif udah di klaim negara lain..

Upaya melestarikan sih bagus,, tp knapa gak dari dulu-dulu.

Anonymous said...

tu kan..gaya ngritik2 aku gak menampilkan tukang fotonya..huh..lah ini hasil jepretannya siapa coba???!! emosi jiwa gw lama2.. udah fotoku gak ikut nampang..nama pun gak boleh nampang..DASAR PELIT!

Anang said...

foto avatar ym mu pun melestarikan batik, mulih ndalang kang?

suarahimsa said...

Dengan adanya segaram yang sama sebagai pakaian yang wajib dikenakan pada seluruh pelajar maka dapat meminimalisasikan gap atau jarak antara si kaya dan si miskin. Mungkin di antara siswa yang berbeda tingkat kemampuan ekonomi masih terlihat perbedaan seragam, di mana umumnya anak yang mampu pakaiannya mungkin lebih wangi, terlihat baru, sangat rapi, tampil gaya, trendy, ditambah aksesoris mahal, dan lain sebagainya sedangkan anak yang kurang mampu terlihat lusuh, berbau apek, warnanya mbladus / pudar, nggak modis, terlihat cupu, tanpa asesoris tambahan, dan lain sebagainya.

nah,batik itu khan motifnya macam2...gimana kalau batik yang dikenakan pelajar itu hasil kreasi mereka sendiri?pasti disana ada proses kreatif..ada proses penciptaan sebagai manifestasi ide. konsepnya bisa diadopsi dari Solo Batik Carnival. tapi ngga yang seekstrim itu.disesuaikan dengan konteksnya saja.

Anonymous said...

yang penting biayanya masuk akal dan terjangkau masyarakat saya rasa tidak ada masalah ... ya toh pak lik :D

Anonymous said...

wah...sekarang ni anak kampus di SOLO jugah sudah banyak nyang pake batik...waktu jalan-jalan di mal ternyata banyak juga yang pake batik...kebanyakan si cewe....

Mata Telinga said...

le, photoku dipasang disitu bisa bikin pagerankmu tambah mumbul lho. Saya pernah ngobrol sama ketua asosiasi batik laweyan, katanya mereka disana itu ndak mempermasalahkan. ndak mau dibikin ribut ribut karena menurut mereka batik itu adalah seni dan semua orang bisa berhak. tp kalo nurut aku sih batiknya gak papa tapi motinya itu lho yang disayangkang seperti motip diwajahmu itu lho, hehehehe...

tyasjetra said...

batik tulis mahaaaaal banget..
kita bikin kursus batik online aja.. oke kali yah..?

Anonymous said...

wah batik...
dadi eling pas masih suka pake blangkon...
kemana-mana pake blangkon...
kesekolah juga pake blangkon hehehe...
tapi sayang gak ada photonya jadi gak bisa di abadikan dan juga blangkon'e dah rusak kena air hujan :(

Anonymous said...

Yang pake batik dengan penuh kesadaran, tanpa paksaan dan tanpa aturan macam2 biasanya di hajatan perkawinan. Semakin banyak dapat undangan manten, semakin sering pula pake baju batik.

risa said...

wahh... sma saya juga gitu. tiap senen dan selasa, dresscode nya batik. hehe.

Dony Alfan said...

"....sebenarnya ada salah seorang kawan blogger, yang juga sekaligus kawan kuliah, yang dulu pede banget ke kampus memakai batik ditengah maraknya pakaian-pakaian produk distro".

Hmmmm, aku kok kroso dirasani, hehe. Jaman kuliah D3 dulu, saya nggak cuman pakai batik, tapi juga jualan batik di kampus. Hasilnya tak banyak, cakot2 alot lah, yang penting berkah.

Oya, seragam pelajar itu bukan batik cap, tapi batik printing, yah istilah kasarnya batik sablon, karena memang disablon pake screen yang gede.

Anonymous said...

Dadi pengen blonjo batik neng Pasar Klewer. Ayo pada dolan ke Solo, belanja batik sepuasnya....

Anonymous said...

dulu batik ga laku, skrg batik jd raja... di kantor sy aja setiap hari pasti ada aja yg pake batik. nah klo hari jumat?? semuanya....!

Anonymous said...

gimana kalau kita melestarikan budaya batik dengan menampilkan photo pemilik blog berbusana batik di "about me "... setuju...???

Anonymous said...

aku dulu waktu smp dah pake batik loh

Anonymous said...

saya bertekad kalo dah balik ngampus bakal pakai batik tiap hari
:D

mamakaka said...

yess saya setuju tulisan om joell top saluut..

 
;