21 July 2008

Negeri Kecap

Walah, pemberitaan di media akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan saja. Maksud saya bukan medianya yang mengkhawatirkan, tapi apa yang diberitakan. Kalo pada bulan-bulan kemaren mengangkat tentang kebangkitan nasional, dan menyoroti tentang nasionalisme, tentang bagaimana kita harus berbangga menjadi manusia Indonesia yang bla bla bla...dan semua omong kosong menyangkut hal tersebut. Saya juga sempat meyakinkan diri saya sendiri untuk berbangga menjadi umat manusia yang kebetulan dilahirkan di Indonesia. Tapi ya cuma sejauh itu saja, ganti bulan ganti tema, dan akhirnya saya harus kembali mengelus dada saya yang sama sekali nggak bidang kayak milik pria-pria L-Men di tipi itu.

Bagaimana tidak, saban hari media memberitakan hal-hal yang kembali mengikis kebanggaan saya jadi orang Indonesia. Persetan dengan Artalyta dan Urip yang lagi kongkalikong berupaya mengibuli hukum di Indonesia, yang mau saya bahas di sini adalah betapa tidak punya rasa legowonya orang-orang di Indonesia saat ini. Kalo hal tersebut(tidak mau kalah) diterapkan dalam hal-hal yang baik sih gak ada masalah, soal prestasi misalnya, lha tapi yang akhir-akhir ini muncul ke media adalah bagaimana tentang orang-orang yang sama sekali tidak bisa menerima kekalahan yang kemudian diwujudkan dalam hal-hal yang anarkis, konyol, memalukan, dan sangat tidak masuk akal. Kalo begitu ya gak beda sama iklan kecap dong, sama-sama gak mau kalah dan mengklaim jadi nomer satu.

Para blogger sekalian pasti mengikuti berita di media tentang pilkada di Maluku Utara yang sampe sekarang masih saja menyisakan kerusuhan-kerusuhan antar dua kubu pasangan calon gubernur. Setelah melalui proses panjang khas birokrasi di Indonesia, akhirnya terpilih juga pasangan Gubernur dan wakil gubernur di Maluku Utara. Ternyata permasalahan tidak selesai sampe di situ, kubu pasangan gubernur dan wakil gubernur yang kalah merasa tidak terima, merasa di zholimi, merasa diperlakukan tidak adil, dan berbagai alasan lain yang sepertinya mereka gunakan untuk melegalisasi berbagai tindakan anarkis mereka. Aksi demo dari kubu yang kalah hampir tiap hari muncul di televisi dan koran. Berita terakhir yang parah banget menurut saya adalah bentrokan yang terjadi antar dua kubu pendukung masing-masing pasangan. Akhirnya salah satu rumah dari calon Gubernur yang kalah dibakar. Dan aksi itu kemudian berbalas dengan terbakarnya salah satu rumah kerabat dari kubucalon gubernur yang berlawanan.

Capek deh....sebelum akhirnya saya nulis posting ini saya nonton berita malam di salah satu televisi swasta, di sana saya menemukan lagi aksi anarkis yang konyol yang didasari rasa tidak bisa legowo menerima kekalahan. Pendukung PERSIB melempari pemain dan petugas di lapangan karena tim yang mereka banggakan di kalahkan oleh PERSIJA. Aksinya juga gak cukup sampe di situ. Mobil-mobil ber plat Jakarta yang berada di sekitar stadion dirusak dan di bakar. Hasyuuuuu....parah banget mental-mental yang seperti itu. Kalo begini terus keadaanya, saya kok jadi mengkhawatirkan pemilu 2009 nanti ya...coba sampeyan bayangken dari berpuluh-puluh partai kalo smuanya bermental tai kucing yang gak mau kalah itu trus piye? Padahal nanti bakal hanya ada satu partai yang keluar jadi pemenang. Kalo semua partai yang kalah akhirnya bertindak konyol dengan mengobrak-abrik negeri ini wah ya repot itu...tapi semoga saja tidak terjadi hal yang demikian, amiiinnnn.....

Seharusnya sebelum terlibat/melibatkan diri dalam sebuah kompetisi, pertandingan, atau apalah...kita harus paham sepenuhnya bahwa akan ada pihak yang menang dan kalah, itu sudah harga mati. Kalo akhirnya kita berada di pihak yang menang ya harus disyukuri, namun sebaliknya, kalo ternyata kita berada di pihak yang harus menelan pil pahit bernama kekalahan ya mau bagaimana lagi, kenyataannya begitu. Kita gak perlu ngamuk-ngamuk gak jelas dengan kekalahan yang di derita pihak kita. Justru kita harus segera bangkit untuk kembali mengikuti kompetisi selanjutnya dan berusaha untuk memenangkannya. Ngomong thok penak su.... mungkin itu yang ada di benak para blogger semua setelah baca postingan ini. Hahahaha...it’s ok, kalo sampeyan semua gak setuju dengan guneman saya ini, gak perlu misuhi saya (meski saya akan sangat gak bermasalah dengan pisuhan-pisuhan sampeyan), silahkan bikin opini tandingan yang menurut sampeyan semua benar. Bukankah setiap warga negara dijamin kebebasannya dalam mengeluarkan pendapat?

ilustrasi gambar nyomot dari : http://www.pontianakpost.com dan http://bola.okezone.com

20 comments:

sayurs said...

kabeh sing marahi sing nang nduwur, nduwurane mawut, ngisorane ambyar.. yo ra bro..

Anonymous said...

negeri bonek siiii
:)

Anonymous said...

gak perlu ngikutin yg gak bener kan?? pljran buat kita tuh, trlht gak terhormat. ih aku ngomong kayak ma muridku aja. mas joel kan lebih pintar.

Anang said...

makane ayuk dicoblos kabeh yuk. biar adil. kan menang kabeh to?

Tukang Nulis said...

wah wah mungkin mereka semua itu sudah gak berpri kemanusiaan lagi kaleee yha????

ato mungkin karena EQ nya ndodok dan SQ nya tengkurep,

Mas njajal buka blogku donk


www.tulisanricho.blogspot.com

Pempek M19 said...

kethoke ra ono sing biso di pilih no...

Anonymous said...

refleksi suporter bola, pemain bola, PSSI sebenarnya juga refleksi cermin masyarakat kita yang begitu sempurna.

Anonymous said...

Yen jagone menang, sing nang ngisor ki yo tetep kudu manut karo aturan sing digawe to? Meskipun aturan itu merugikan pendukungnya sendiri ya rakyat tetap harus patuh.

Lha apa bedane milih karo ora???

Lovely Dee said...

karena udah 32 tahun terkekang, dan seiring tumbangnya rezim ORBA, reformasi bergulir, rakyat jadi merasakan segarnya kebebasan dan demokrasi. Tapi yang terjadi adalah euforia demokrasi dan kebebasan. Sampai2 mereka gak sadar bahwa kebebasan dan demokrasi ada batasan2nya juga. Gak usah kerusuhan deh..lihat aja kondisi media sekarang. Ada beberapa media yang juga kebeblasan memaknai demokrasi dan kebebasan pers. Walhasil, pornografi, kekerasan verbal, pembunuhan karakter sampai fitnah tak jarang kita jumpai..Perlu ditegakkan benar2 deh peraturan dan undang2 yang udah ada dan berlaku.

Yah, semoga saja kita, para blogger bisa menjadi generasi yang tidak kebablasan dalam memaknai demokrasi dan kebebasan...

Ayo Bangkitlah Indonesia!!

Kristina Dian Safitry said...

ehm..ndelosor waelah aku..ora melu melu..

Toni Blog said...

itulah Indonesia mas...

Antown said...

edan...edan, negarane wis gonjang-ganjing. gimana ini mas? semoga yang salah mengaku salah.

Mungkinkah??
bener kata sampean, setelah kebangkitan yang ada cuma gitu-gituan....huh....

Mr. Eagle said...

indonesiaku dengan seabrek keunikan

`.¨☆¨geLLy¨☆¨.´ said...

legowonya itu apa joeLL


itu kan asli org indonesia...
iyah ya eagle mank unik,..aku cinta manusia...:D

Anonymous said...

sepertinya banyak yang harus belajar menerima kekalahan...bukan hanya menerima kemenangan dab..

Anonymous said...

weh kok kabeh dadi pengamat politik. enak'e dadi op yo?

tyasjetra said...

oalah.. ngisin-isinke wae ya..
ora melu2 ah..
daripada anarkis, mendingan narsis.. (maaf gak ada hubungannya.. alias konslet)

Anonymous said...

Sebagai blogger gurem, saya selalu setuju dengan yang diucapkan Sang Nabi Anang :D

Anonymous said...

Iyo, ngomong thok ncen penak :D, aku yo kerep kok ngomong thok, tapi ra pernah nglakoni

suarahimsa said...

saya ikutan nimbrung ya njoel...kalo menurut saya gini njul : opini mbak dee itu ada benarnya. setelah 32 tahun dikekang dan 10 tahun mengalami reformasi, maka yang terjadi bukan lagi transisi demokrasi, tetapi akselerasi demokrasi yang kebablasan. Kita bisa mengamati betapa signifikannya pertumbuhan industri media. Media massa kita tentunya tidak benar-benar independen. Apapun yang tampil di media merupakan hasil komodifikasi, penuh polesan pencitraan dan bahkan bergelimang metafor. Perkembangan itu didukung oleh budaya audio visual yang semakin meminggirkan budaya literal. kecenderungan masyarakat yang anarkis bisa jadi tersebar melalui tayangan televisi yang semakin borderless ini...

 
;